25 radar bogor

Godok Perwali Tata Ruang

BOGOR – Dalam waktu dekat, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan segera menerbitkan peraturan wali kota (perwali) terkait tata ruang. Dengan terbitnya perwali itu, diharapkan memberikan kepastian kepada investor dalam membangun Kota Bogor ke depan.

Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Bogor, Ade Sarip Hidayat menuturkan, dalam rapat koordinasi bersama Tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bogor, pihaknya membahas tindak lanjut perwali tentang penataan ruang. Hal tersebut dilakukan agar pembangunan Kota Bogor tetap berjalan sesuai peruntukannya.

“Kami segera mematangkan perwali penataan ruang karena pembangunan di Kota Bogor semakin gencar. Dalam pekan ini, diharapkan selasai dan segera ditandatangani wali kota,” papar Ade kepada Radar Bogor kemarin (1/8).

Dia menilai, Perwali Tata Ruang dianggap perlu sebelum rampungnya Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), yang rencananya disahkan akhir tahun ini. Perwali ini juga, sambung Ade, nantinya akan memberikan kepastian kepada investor yang akan ataupun sudah berinvestasi di Kota Bogor. “Untuk Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kan harus menunggu Perda RTRW dulu, tetapi proses perizinan tidak mungkin menunggu selesai,” tuturnya.

Dikatakan Ade, berdasarkan klausul jika sedang menunggu review, maka boleh dibuat perwali mengenai penataan ruang. Perwali nantinya berisi poin-poin aturan yang akan mengatur permasalahan yang saat ini terjadi di Kota Bogor. “Jadi, dengan adanya perwali maka regulasi dari setiap masalah dapat dibaca dengan sudut yang sama oleh berbagai dinas terkait,” terangnya.

Hal kedua, lanjut Ade, perwali sangat diperlukan dalam rangka membantu wali kota di bidang perizinan. Pasalnya, tugas dalam bidang perizinan terpecah ke berbagai organisasi perangkat daerah (OPD). Sehingga, untuk menyinkronkan persamaan persepsi, perlu adanya koordinasi terkait pembangunan fisik. Supaya tidak ada yang terlewat dalam hal kebijakan, terutama terkait perizinannya.

“Salah satu poinnya adalah soal pembebasan lahan telah berdampak pada berkurangnya garis sempadan bangunan (GSB). Ini perlu adanya pertimbangan dan aturan, terutama ketentuan jarak bangunan minimal terhadap batas lahan GSB bila pada lokasi tersebut terdampak pem­bangunan jalan,” bebernya.

Ditambahkan Ade, perlu formula yang benar, apakah perizinan akan dipotong GSB atau tidak. Karena jika terpotong, bangunan eksisting akan habis, dan ada pula yang sudah diterbitkan IPPT atau siteplan-nya. Hal tersebut juga berlaku, misalnya pada hotel, restoran, dan tempat usaha lainnya.(wil/c)