25 radar bogor

M Ariek Dimas Santoso, Penderita Muscular Distrophy yang ’Taklukkan’ IPB

SEMANGAT: M Ariek Dimas Santoso akhirnya bisa menamatkan kuliahnya di IPB tepat waktu.

Memiliki keterbatasan fisik bukan berarti penghalang untuk terus melanjutkan pendidikan. Seperti yang dialami M Ariek Dimas Santoso, mahasiswa Departemen Biologi, FMIPA IPB. Meski mengidap gejala genetik Muscular Distrophy, tidak mengahalangi dia untuk lulus tepat waktu. Ariek akan diwisuda besok (26/7) bersama ribuan mahasiswa lainnya.

M Ariek Dimas Santoso memang terlahir tak sempurna. Sejak lahir dia mengalami gangguan genetik yang disebut Muscular Distrophy. Secara umum, gejala ini membuat kemampuan otot rangka menurun secara progresif, atau sederhananya gangguan ini membuat otot-ototnya hancur.

Tak heran, kondisi ini membuatnya bimbang untuk melanjutkan kuliah atau tidak. Pria asal Jakarta ini mengaku, bahwa keputusannya untuk melanjutkan studi karena adanya dukungan dari berbagai pihak, baik itu keluarga, teman, guru dan orang sekitar. IPB, kata dia, merupakan pilihan pertama yang dipilihnya melalui jalur SNMPTN (undangan).

“Alhamdulillah, saya bisa menempuh kuliah di IPB melalui jalur SNMPTN. Waktu dulu semasa SMA memang sempat bimbang apakah bisa melanjutkan studi ke jenjang kuliah mengingat kondisi saya ini. Saat tahu saya diterima di IPB, saya merasa bersyukur karena bukan hal mudah bisa diterima di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Alhamdulillah juga IPB dapat menerima kondisi saya dengan baik,” ujarnya.

Ariek kemudian memilih jurusan biologi karena sudah memiliki minat di pelajaran biologi sejak SMA. Selain itu, alasan lainnya karena ia ingin mendalami kelainan genetik yang ada di tubuhnya. Ia ingin mencoba menemukan cara yang dapat menghentikan progresif kelemahan otot. Namun, seiring berjalannya perkuliahan, membuat Ariek berhenti untuk mendalami penyebab penyakitnya tersebut. Sebab, materi yang dipelajarinya beragam mulai dari tumbuhan, hewan, dan mikroba, yang membuat minatnya berubah-ubah. Bahkan, Ariek pernah sempat tertarik untuk menjadi ahli taksonomi tumbuhan.

“Sejak kecil, segala aktivitas saya selalu dibantu oleh orang tua saya terutama bapak, mulai dari bangun tidur, mandi, dan sebagainya. Kalau saya kuliah di Bogor, Bapak saya kerja di Jakarta akan lebih sulit beraktivitas. Namun, ternyata Allah membuat Bapak saya tiba-tiba dimutasi kerja oleh perusahaannya, jadi bekerja di wilayah Sentul dan Bogor,” tambahnya.

Berkuliah di IPB bukan tanpa tantangan. Ariek mengisahkan bagaimana ketika ia melaksanakan praktikum seperti kesulitan menggapai meja. Tangannya bahkan tidak kuat untuk menggunakan peralatan laboratorium. Hal ini tidak jarang membuatnya tidak dapat melakukan praktikum di lapangan.

“Jalani semuanya dengan enjoy. Sejak awal saya menargetkan untuk bisa lulus tepat waktu agar tidak terlalu membebani orang tua. Alhamdulillah saya bisa,” ujarnya.
Ariek pun berharap agar ke depan ada banyak lembaga pendidikan yang dapat memfasilitasi orang-orang yang berkebutuhan khusus untuk bisa menempuh pendidikan
dengan baik. Ia juga berharap agar berikutnya tidak hanya dalam lingkup pendidikan, tetapi juga untuk lingkup umum. “Saya berharap fasilitas umum yang ada dapat mensupport kaum berkebutuhan khusus agar bisa beraktivitas sehari-hari dengan baik tanpa hambatan,” tutupnya.(*)