JAKARTA–Perdebatan soal presidential threshold makin mengerucut. Fraksi-fraksi lebih memilih jalan tengah, yaitu 10–15 persen. Hanya Partai Demokrat yang masih ngotot dengan ambang batas presiden 0 persen. Namun, partai nonparlemen menilai opsi jalan tengah tetap inkonstitusional.
Ketua Umum DPP PBB, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, sesuai dengan putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, pemilu DPR, DPD, DPRD, dan presiden/wakil presiden dilakukan serentak pada 2019. ’’Maka, membicarakan presidential threshold sama sekali tidak relevan. Kalau dipaksakan, presidential threshold itu menjadi inkonstitusional,’’ terangnya, Minggu (9/7).
Menurut dia, pileg dilaksanakan pada hari yang sama dengan pilpres sehingga DPR belum terbentuk. Bagaimana caranya menetapkan parpol atau gabungan partai agar memperoleh suara 10 persen atau 20 persen kursi di parlemen sehingga berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden? Itulah pertanyaan penting yang harus dijawab.
Pakar hukum tata negara tersebut menjelaskan, Mendagri Tjahjo Kumolo dan sejumlah partai di DPR ingin menggunakan ambang batas presiden sesuai dengan Pemilu 2014. Padahal, kata dia, peta politik selama lima tahun ini sudah berubah. Menurut dia, argumen Mendagri dan beberapa partai itu bukanlah logika hukum dan konstitusi, melainkan logika kepentingan belaka untuk menjegal calon-calon lain.
Beberapa partai juga mengusulkan jalan tengah, yakni presidential threshold 10–15 persen. Dia menegaskan, berapa pun angka ambang batas, hal tersebut tetap inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 22E UUD 45 yang menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan cawapres diusulkan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pemilihan umum dilaksanakan. ’’Menurut putusan MK, pasal itu tidak multitafsir,’’ tutur dia.
Sementara itu, menjelang pengambilan keputusan pada paripurna 20 Juli nanti, banyak partai yang makin melunak seperti Gerindra, PAN, PKB, Partai Hanura, dan PPP siap mendukung jalan tengah, yaitu ambang batas 10–15 persen.(jp)