SUKAMAKMUR–Masih segar dari ingatan masyarakat tentang kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus yang menjerat beberapa pejabat negara itu ternyata menyisakan berbagai persoalan baru.
Di antaranya inventarisasi sita barang bukti aset tanah di Kecamatan Sukamakmur. Inventarisasi aset sitaan ini tengah dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor.
Pantauan Radar Bogor di lapangan, aset sitaan negara seluas 800 hektare di Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, dan Desa Sukamulya, Kecamatan Jonggol, kini diduga sudah diperjualbelikan masyarakat.
Lebih dari 100 hektare tanah aset negara itu telah dimiliki perorangan maupun perusahaan. Sehingga, aset kekayaan negara dari sitaan terpidana penjara 12 tahun, yaitu mantan Direktur Bank Pembangunan Asia, Lee Chin Kiat alias Lee Darmawan Kartarahardja terus berkurang.
“Setahu saya ada seratus hektare yang sudah dibeli perusahaan. Sepertinya untuk dibuat swalayan,” ujar salah seorang staf Desa Sukaharja, yang enggan namanya dikorankan, kemarin. Menurutnya, status tanah sitaan negara itu sebenarnya diketahui warga.
Bahkan, banyak warga menamakannya BLBI karena merujuk pada riwayat kasusnya. “Dari Jonggol dan Sukamakmur pasti semua tahu. Area BLBI, makanya terkenal dan dianggap strategis untuk investasi,” tuturnya.
Upaya inventarisasi aset barang-barang milik negara dibenarkan Kasi Intel Kejari Bogor, Satria Irawan. Inventarisasi ini dipercayakan kepada Kejari Bogor. “Kami hanya menjalankan mandat. Semua aset negara, khususnya sita perkara kasus BLBI sedang kami data,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin.
Terkait dugaan penjualan aset tanah milik terpidana Lee Chin Kiat, Satria mengaku masih melakukan penyelidikan. “Kami masih telusuri,” tuturnya. Lebih lanjut dia menerangkan, pendataan aset merupakan buntut dari kasus korupsi kredit likuiditas dengan tersangka Lee Chin Kiat alias Lee Darmawan Kartarahardja.(azi/c)