25 radar bogor

Tolak Penambahan Kursi Anggota DPR

BOGOR–Rencana penambahan kursi di DPR RI terus menjadi polemik. Salah satu lemb aga non-pemerintah, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia bahkan menolak rencana penambahan 19 kursi anggota DPR melalui revisi RUU Pemilu.

Kopel menilai rencana yang tengah bergulir saat ini tak sesuai dengan kinerja DPR.

“Jumlah kursi tidak berkorelasi langsung dengan kinerja DPR. Sebab, dapat dinilai buruk bahkan banyak terjerat kasus korupsi,” ujar Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah kepada wartawan.

Pria yang disapa Syam itu mengatakan, penambahan kursi juga dipastikan membebani keuangan negara. Terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit. Termasuk masih banyaknya fasilitas publik tidak layak.

Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Kopel, program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan presiden melalui RPJMN masih sulit terwujud. Salah satunya, faktor infrastruktur pendidikan. “Dari 1,8 juta ruang kelas yang tersedia, sekitar 72 persen dalam kondisi yang sudah rusak, bahkan sebagian sudah tidak layak pakai,” bebernya. Kondisi itu diperparah lagi dengan jutaan anak kurang menikmati fasilitas pendidikan.

Menurut Syam, mereka terpaksa belajar dalam ruang yang disekat. Bahkan, harus rela di teras sekolah karena fasilitas ruang kelas yang tidak tersedia. Bukan hanya itu, fakta pendukung pun belum terlaksana.

Data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mencatat saat ini ada 120 juta atau setara 47 persen penduduk Indonesia tak memiliki sanitasi layak. Begitu pula 95 juta warga atau setara dengan 37 persen penduduk Indonesia kesulitan akses air bersih.

“Seharusnya persoalanpersoalan pelayanan dasar di atas menjadi pertimbangan utama DPR dalam menyusun sebuah kebijakan. Kepekaan sosial menjadi penting bagi seorang wakil rakyat. Bukan sebaliknya menjadi buta karena pengaruh nafsu kekuasaan,’’ tuturnya.

Syamsuddin pun menyerukan perlu adanya gerakan melawan lupa. Dalam hal ini, legislatif DPR yang perlu mengingat peristiwa 2016 lalu. Kala itu, pemerintah terpaksa memangkas anggaran di hampir semua lembaga kementerian.

“Karena kondisi keuangan negara saat itu, salah satu korbannya dana pendidikan Rp60,8 triliun yang harus dipangkas,” cetusnya. Dengan demikian, kata Syam, Kopel mempertanyakan rencana tersebut.

“DPR seolah lupa dengan sistem penggajian. Padahal, pengh itungan secara baku sesuai dengan jumlah individu anggota DPR serta sesuai dengan jabatan setiap individu anggota DPR,” sambungnya. Artinya, kata dia, perlu penghitungan nilai belanja. Dalam hal ini, berupa gaji, tun jangan, dan keprotokoloran.

Di tempat terpisah, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu bersama pemerintah sepakat menambah sebanyak jumlah 15 kursi DPR. Meski sudah diputuskan penambahan kursi, mereka belum mengalokasikan kursi tersebut di daerah pemilihan (dapil) mana saja. (don/c)