25 radar bogor

WASPADA, si cantik yang bikin gila

Badan Narkotika Nasional (BNN) bergerak cepat mencegah peredaran narkoba jenis baru bernama Flakka. Dampaknya memang mengerikan. Berdasarkan video yang viral, tampak pengguna Flakka berperilaku layaknya mayat hidup alias zombie.

Kepala Bagian Humas BNN Kombes Sulistiandriatmoko memaparkan, Flakka telah berjangkit di Amerika dan Eropa sejak beberapa tahun lalu. Kini BNN dan Kemenkes RI telah mengkaji narkotika sintetis jenis baru tersebut. Sulistiandriatmoko mengungkap, Flakka telah diatur dengan Permenkes Nomor 2 Tahun 2017, dengan nama kimia Alfa PVP.

Adapun dalam perkem- bangan nya, kandungan zat aktif yang mengancam dan harus diwaspadai adalah fentanyl derifat, yang memiliki potensi 10.000 kali lebih kuat dari pada morfin atau 100 kali lebih kuat dari pada heroin, jelas dia.

Kepala Rehabilitasi BNN, dr Iman Firmansyah SpKJ, menambahkan, selain memberikan dampak kerusakan otak yang lebih parah, Flakka memicu adrenalin ekstrem bagi penggunanya. Seperti tayangan video yang viral, seorang pria berlari dengan kecang dan kemudian menabrakkan diri ke arah kaca belakang sebuah mobil.

Pria tersebut bukannya tergeletak karena kesakitan tapi malah berdiri kembali dengan tubuhnya yang dipenuhi oleh pecahan kaca dan mulai berlari kembali mengejar mobil yang sedang berjalan.

Ada pula pria yang menabrakkan diri ke arah mobil berjalan dan menyebabkan kerusakan di bagian kaca depan mobil tersebut tapi tetap dapat berdiri kembali seperti tidak menghantam benda apa pun.

Dia bisa mengubah mood, memicu adrenalin sangat tinggi sehingga menimbulkan kekerasan, efek dopamin rasa senang, di mood dia mengganggu, merusak, merasa hebat dan kuat, jelasnya.

Flakka, berasal dari kata Spanyol yang berarti seorang wanita cantik (la flaca). Obat ini mengandung senyawa kimia yang disebut MDPV, bahan utama pembuat bath salts atau garam mandi. Senyawa kimia ini menstimulasi bagian otak yang mengatur mood, hormon dopamin, dan serotonin.

Kokain dan methamphetamine memiliki cara kerja yang sama di otak. Namun, senyawa kimia pada Flakka meninggalkan efek yang lebih tahan lama. Meski efek seperti sakau yang ditimbulkan Flakka hanya berlangsung beberapa jam, hal tersebut bisa terjadi secara permanen pada otak. Tidak hanya tinggal di otak, obat ini juga menghancurkan otak.

Kita pantau terus perkembangan di luar negeri, jangan sampai masuk Indonesia, apalagi Bogor. Kami terus memberikan penyuluhan untuk mencegah barang mengerikan ini masuk Bogor, imbuh Kepala BNN Bogor, Nugraha Setya Budhi.

BANDAR NARKOBA SASAR ANAK TK
Di bagian lain, bisnis narkoba yang menggiurkan menjadi magnet bagi para pengedarnya. Bahkan, tidak sedikit pengedar yang berstatus terpidana mati masih tetap eksis mengendalikan peredaran barang haram itu dari balik jeruji besi. Longgarnya pengawasan di lembaga pemasya- rakatan (lapas) kian menyuburkan bisnis haram tersebut.

Peredaran narkoba jenis sabu- sabu (SS) di balik lapas beberapa waktu lalu berhasil diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN). Totalnya, 25 kilogram. Pelakunya adalah Togiman alias Toge, terpidana mati yang kini mendekam di LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Bukan hanya mengendalikan penyelundupan narkoba, Toge bahkan nekat menyuap Kepala BNN Budi Waseso Rp8 miliar.

Buwas, sapaan Budi Waseso, menyebut, berdasar catatan BNN, 50 persen kejahatan narkoba saat ini memang dikendalikan dalam penjara. Karena itu, selain di tempat hiburan malam, operasi barang haram tersebut juga intensif dilakukan di dalam lapas dan rumah tahanan negara (rutan). Jadi, jika lapas itu bisa dikendalikan atau ditangani, sudah bisa mengurangi 50 persen peredaran narkoba di Indonesia, ujarnya.

Buwas mengatakan, kekuatan BNN sangat terbatas untuk menangani peredaran narkoba skala besar. Apalagi, 72 jaringan narkotika internasional saat ini sudah memiliki pasar-pasar yang stabil di tanah air dengan pendapatan rata-rata Rp1 triliun per tahun.

Karena itu, mantan Kabareskrim Mabes Polri itu kembali menekankan pentingnya partisipasi elemen lain untuk menekan peredaran narkoba. Misalnya, Kementerian Hukum dan HAM selaku penanggung jawab lapas agar bisa lebih ketat mengawasi para tahanan atau narapidana.

Buwas mengakui, saat ini sekitar separuh narapidana penghuni penjara di Indonesia adalah orang yang terlibat kasus narkoba. Akibatnya, penjara kian sesak dan mengalami overkapasitas.

Lantas, bagaimana terkait usulan agar para pengguna narkoba tidak perlu dipenjara, tapi diharuskan menjalani rehabilitasi dan kerja sosial? Buwas setuju. Tapi dengan catatan. Kalau dia murni pengguna, memang tak perlu dipenjara. Tapi masalahnya, sebagian pengguna itu juga pengedar meski skalanya kecil. Kalau yang seperti itu tidak dipenjara, maka bisa bebas beroperasi mengedarkan narkoba, jelasnya.

Selain penjara, lanjut Buwas, gerakan memerangi narkoba juga harus mulai digencarkan di sekolah. Inilah cara efektif untuk mengerem regenerasi pecandu narkoba di Indonesia. Pemahaman tentang bahaya narkoba harus diajarkan sejak dini. Tidak hanya SD, bahkan mulai dari TK, ujarnya.

Sebab, menurut Buwas, jaringan narkoba internasional sudah menjalankan strategi keji dengan menyasar anak-anak. Misalnya, dengan mengedarkan makanan atau minuman yang sudah dicampur dengan narkoba kepada anak- anak. Dengan begitu, maka sejak kecil darah anak-anak sudah tercemar dengan narkoba. Jika itu berlangsung bertahun-tahun, si anak akan mudah masuk jerat ketagihan narkoba ketika remaja. Jadi, jangan kita sebagai orang tua santai-santai saja, padahal anak-anak kita sudah diracuni sejak usia dini, katanya.(tyo/owi)