25 radar bogor

Rute Baru Angkot Membingungkan

Walikota Bima Arya naik angkot.

BOGOR-Pengaturan rute atau rerouting angkutan kota (angkot) resmi diterapkan kemarin (16/5). Tapi, rupanya, penerapan rute baru ini justru banjir protes dari sopir angkot. Salah satunya, sopir rute Transpakuan (TPK) 2 Ciawi–Terminal Bubulak (Via Baranangsiang), Hadi (43).

Dia mengaku pendapatannya menurun karena sepi penumpang. Belum lagi, menurutnya, setelah diberlakukannya rerouting, jumlah angkot di rutenya itu makin meningkat. Maka, terjadi persaingan antarsopir dalam mencari penumpang. “Tadinya kan di Ciawi cuma 01, tapi sekarang ada 02 dan 03. Soalnya yang TPK 2 ini dari angkot 01 dan 02. Kalau TPK 3 dari angkot 03 dan 21,” jelasnya kepada Radar Bogor kemarin (16/5).

Rutenya yang kini semakin panjang juga menjadi salah satu keluhannya. Semula yang hanya sampai Terminal Baranangsiang, kini Hadi harus menjalankan angkotnya hingga Terminal Bubulak. “Kalau penumpang banyak tidak jadi masalah, karena bensin masih bisa diganti oleh pendapatan. Kalau seperti ini, saya kira buat bensin pun belum tentu cukup,” keluhnya.

Kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor yang belum menentukan tarif baru pun membuatnya bingung. Pasalnya, rerouting, jumlah angkot di rutenya itu makin meningkat. Maka, terjadi persaingan antarsopir dalam mencari penumpang. “Tadinya kan di Ciawi cuma 01, tapi sekarang ada 02 dan 03. Soalnya yang TPK 2 ini dari angkot 01 dan 02. Kalau TPK 3 dari angkot 03 dan 21,” jelasnya kepada Radar Bogor kemarin (16/5).

Rutenya yang kini semakin panjang juga menjadi salah satu keluhannya. Semula yang hanya sampai Terminal Baranangsiang, kini Hadi harus menjalankan angkotnya hingga Terminal Bubulak. “Kalau penumpang banyak tidak jadi masalah, karena bensin masih bisa diganti oleh pendapatan. Kalau seperti ini, saya kira buat bensin pun belum tentu cukup,” keluhnya.

Kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor yang belum menentukan tarif baru pun membuatnya bingung. Pasalnya, rerouting, jumlah angkot di rutenya itu makin meningkat. Maka, terjadi persaingan antarsopir dalam mencari penumpang. “Tadinya kan di Ciawi cuma 01, tapi sekarang ada 02 dan 03. Soalnya yang TPK 2 ini dari angkot 01 dan 02. Kalau TPK 3 dari angkot 03 dan 21,” jelasnya kepada Radar Bogor kemarin (16/5).

Rutenya yang kini semakin panjang juga menjadi salah satu keluhannya. Semula yang hanya sampai Terminal Baranangsiang, kini Hadi harus menjalankan angkotnya hingga Terminal Bubulak. “Kalau penumpang banyak tidak jadi masalah, karena bensin masih bisa diganti oleh pendapatan. Kalau seperti ini, saya kira buat bensin pun belum tentu cukup,” keluhnya.

Kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor yang belum menentukan tarif baru pun membuatnya bingung. Pasalnya, tidak semua penumpang mengerti berapa jumlah yang harus dibayar. Jadi, dirinya harus bernego terlebih dahulu. “Kami jadi bingung ngasih tarif berapa nanti ke penumpang,” ujar Hadi.

Kepala Dishub Kota Bogor Rakhmawati mengatakan, wajar saja jika terjadi kekosongan penumpang di hari pertama. Sebab, setiap program yang dijalankan butuh adaptasi beberapa hari ke depan. “Namanya hari pertama program baru, pasti seperti itu, karena belum banyak orang yang tahu,” ujarnya sebelum mengikuti rapat paripurna di gedung DPRD Kota Bogor kemarin.

Namun, berdasarkan hasil pantauannya langsung ke lapangan, penerapan rerouting di hari pertama berjalan cukup lancar. Bahkan, menurutnya, sopir TPK 4 dan TPK 5 yang belum mulai menggunakan rute baru sudah mendesak meminta segera penerapan rute yang baru diterapkan. “Tadi dalam perjalanan, sopir TPK 4 dan TPK 5 sudah mendesak meminta kapan diberlakukan- nya. Artinya, ini kan seperti roda. Kalau sudah berputar satu maka berpengaruh kepada yang lain,” kata Rakhma.

Meski hari pertama berjalan lancar, menurutnya, tetap perlu menyosialisasikan penerapan rute baru secara masif.

“Tadi beberapa masyarakat yang kami tanya di Ciawi, justru banyak dari luar Kota Bogor. Kita lihat tiga hari ke depan seperti apa, setelah itu baru kita evaluasi,” ucapnya.

Dishub, sambungnya, akan secepat mungkin mengkaji tarif baru bagi trayek-trayek yang sudah mulai diterapkan. Sementara, para sopir diberikan toleransi untuk menaikkan harga normal, asalkan tidak lebih dari dua kali lipat. “Tidak mungkin dia menaikkan orang dari Baranangsiang menuju Ciawi, terus membayar Rp5 ribu, pasti tidak mau,” tandasnya.(cr3/c)