25 radar bogor

Bukan Tanda IQ Rendah

 

UNTUK memutuskan diagnosis keterlambatan bicara, anak harus berusia setidaknya 24 bulan. Menurut dr Lisna Aniek Farida SpKFR dan dr Irma Lestari Paramastuty SpA MBiomed, pada usia
tersebut si kecil normalnya sudah bisa menyebut kata dengan jelas. ”Mereka bisa mengucap kata dan kalimat pendek (2–3 kata, red) yang punya makna. Misalnya kalimat, ’Kakak tidur,’ atau, ’Aku mandi,’” contoh Lisna.

Dia mengungkapkan, saat dinyatakan mengalami keterlambatan bicara, anak akan mendapat terapi. Dalam sesi terapi, anak diajak berbicara sambil mendapat pijatan untuk menstimulasi otot. Terutama, di daerah rahang. Lisna menegaskan, terapi di RS atau klinik tersebut hendaknya dibarengi dengan terapi serupa di rumah.

Sebab, umumnya, satu sesi terapi berlangsung rata-rata satu jam. ”Satu jam itu pun tidak bisa maksimal karena perhatian anak pendek. Jadi, orang tua dan pengasuh wajib meneruskan di rumah,” lanjutnya.

Menurut ibu lima anak tersebut, selain aktif mengajak berbicara, orang tua bisa mengajak si kecil melatih otot di area rahang dan mulut. ”Caranya, bisa dengan meniup balon busa atau bermain peluit. Untuk melatih lidah, anak bisa dipancing melet (menjulurkan lidah, red) dengan mengoles madu di bibir mereka,” ucap Lisna.

Ayah dan ibu pun tidak perlu khawatir jika si kecil terlambat bicara. Setelah dilakukan terapi, anak umumnya bisa berkomunikasi normal seperti sebayanya. ”Dengan catatan, terapi dilaksanakan maksimal di usia 2 tahun. Biasanya setelah itu nggak akan ketahuan kalau pernah speech delay,’’ ungkap Irma.

Ibu tiga anak itu menjelaskan, keterlambatan bicara bukan pertanda IQ yang rendah. ”Anak- anak dengan gangguan perkembangan seperti autis memang cenderung terlambat. Namun, secara umum, telat bicara bukan pertanda si kecil ber-IQ rendah,” tegasnya. Tanpa penanganan yang baik, perkara kesulitan bicara bakal membebani si kecil ketika mulai memasuki usia sekolah.

Lantaran kesulitan berkomunikasi, anak cenderung menyendiri. Hal tersebut membuat anak rawan men jadi korban bullying. ”Itu kalau anak cenderung diam dan penurut. Kalau tipe anaknya agresif, mereka justru kerap ngamuk karena tidak bisa menyampaikan apa yang dirasa- kan,” tegas Irma.(fam/c11/ayi)