25 radar bogor

Hukum Setimpal Travel Nakal

JAKARTA–Kementerian Agama (Kemenag) dituntut untuk lebih cepat menangani kasus penyelenggaraan ibadah umrah. Sebab satu masalah belum selesai, muncul masalah baru lagi. Yang paling gres adalah kasus dugaan penelantaran 63 jamaah umrah rombongan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) PT Sabika Alharamain.
Kasus perjalanan umrah yang membelit Alharamain ini menambah panjang daftar masalah umrah dalam kurun dua sebulan terakhir. Sebelumnya ada kasus penundaan keberangkatan ratusan jamaah umrah dari perusahaan First Travel. Penyebabnya adalah visa umrah yang diajukan First Travel tidak kunjung terbit.
Menyusul berikutnya kasus Badan Perjalanan Wisata (BPW) Utsmanniyah Hannien Tour. Tidak tanggung-tanggung ada sekitar 1.500 jamaah umrah dari travel Hannien yang tidak jelas kapan diberangkatkan ke Arab Saudi. Pemicu kasus ini adalah keuangan perusahaan terganggu akibat membeludaknya jamaah umrah promo. Di mana tarif perjalanan umrahnya sekitar Rp15 juta.

Sampai saat ini, kasus umrah dari First Travel maupun Hannien, belum jelas penjatuhan sanksinya. Lalu Kemenag dihadapi dengan persoalan baru, yakni kasus penelantaran rombongan jamaah umrah yang menggunakan jasa Sabika Alharamain. Dihubungi tadi malam, Direktur Umrah dan Haji Khusus Kemenag Muhajirin Yanis mengatakan masih mendalami kasus Alharamain. ’’Jika terbukti terlantarkan jamaah, kami pasti jatuhkan sanksi,’’ jelasnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) 18/2015 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah, penelantaran jamaah bisa terkena sanksi pembekuan izin sampai pencabutan izin operasional secara permanen.
Muhajirin mengatakan, kasus dugaan penelantaran oleh Alharamain ini sangat disayangkan. Sebab perusahaan ini baru saja mengantongi izin operasional sebagai PPIU awal tahun ini. Dia juga berjanji Kemenag bersikap transparan dan tegas dalam menindak setiap pelanggaran penyelenggaraan ibadah umrah.
Hasil dari penelusuran tim Kemenag di lapangan menyebutkan, sedikitanya ada tiga pelanggaran yang dilakukan travel Alharamain. Yakni penundaan jadwal keberangkatan, pelanggaran prosedur transit, dan penundaan kepulangan. Dia menjelaskan jamaah sedianya diberangkatkan pada 15 April lalu. Tetapi tertunda hingga 24 April. Selama menunggu diberangkatkan, jamaah diinapkan di sebuah losmen tidak jauh dari Bandara Soekarno Hatta.
Dalam proses perjalanan menuju Saudi, juga terjadi pelanggaran. Yaitu proses transit yang cukup lama. Sebagian jamaah melaporkan transit di Malaysia selama delapan hari, sebelum akhirnya diterbangkan ke Saudi menggunakan masakpai Malindo.

’’Tidak sampai di situ. Rencana kepulangan pada 2 Mei juga tidak dipatuhi oleh pihak travel,’’ jelasnya. Sejumlah jamaah, karena sudah lama keluar dari rumah, ada yang tidak sabar dan memaksa pulang dengan membeli tiket sendiri.

Manajer Operasional travel Alharamain Usman mengatakan, posisi terakhir seluruh rombongan jamaah sudah dipulangkan ke tanah air. Dia tidak menampik ada jamaah yang tidak sabar lantas membeli tiket pulang sendiri. ’’Perusahaan Alharamain berjanji mengembalikan tiket kepulangan yang dibayar sendiri oleh jamaah,’’ jelasnya.
Di luar masalah penelantaran jamaah umrah itu, tim Kemenag juga mengindikasikan travel Alharamain meminjamkan izin mereka kepada travel lain. Muhajirin menegaskan travel resmi dilarang meminjamkan atau memberikan fasilitas kepada travel lain yang tidak berizin.

Pengamat haji Dadi Darmadi menyesalkan belakangan kasus umrah kembali marak. Dia menuturkan kasus umrah marak di antaranya karena animo masyarakat untuk pergi umrah saat ini mengalami tren peningkatan. ’’Kemenag harus lebih kencang lagi sosialisasi kepada masyarakat bagaimana umrah yang aman dan nyaman,’’ kata Direktur Advokasi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah itu.(wan)