25 radar bogor

Rombongan Jamaah Tablig Terjebak Baku Tembak di Filipina Selatan

FOTO : MIFTAHULHAYAT/JAWA POS TERJEBAK: Handris (dua kiri) dan Andri (dua kanan), warga negara Indonesia (WNI) yang berhasil dievakuasi dari Kota Marawi, Mindanao, Filipina, tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (3/5).

Tak pernah tebersit dalam benak Handris (44) dan Andri Supriyanto (40) akan terjebak dalam situasi konflik bersenjata saat berdakwah. Apalagi di negeri orang. Bersama rombongan, keduanya hanya bisa pasrah sambil menunggu pertolongan.

”Assalamualaikum,” ujar Handris begitu keluar dari pintu kedatangan Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Sabtu malam (3/6). Sambil merentangkan tangan, Handris yang mengenakan jubah abu-abu dan kopiah biru tua berjalan cepat sambil menyapa sejumlah anggota jamaah tablig yang menantinya sejak petang. Mereka berpelukan erat secara bergantian.

Mereka adalah anggota jamaah tablig Indonesia yang tengah menjalankan khuruj fisabilillah dengan berdakwah ke Filipina Selatan. Terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok 10 dan kelompok 6, jamaah tablig itu berdakwah dari satu masjid ke masjid lain. Handris berada di kelompok 10.

Saat konflik pecah 23 Mei lalu, kebetulan Handris dan sembilan rekannya sedang berada di Marantao, Lanao del Sur, Filipina. Tepatnya di Masjid Inodaran Jamah, Marantao. Lokasi itu berjarak sekitar 20 km dari Marawi. Para jamaah tablig yang berasal dari Jawa Barat tersebut baru saja tiba setelah menyelesaikan dakwah di Cebu, Filipina.

Kelompok 10 bertolak ke Filipina pada 11 Mei 2017. Dengan pesawat AirAsia, mereka tiba di Cebu, Filipina, keesokan harinya. Mereka melakukan tablig di Masjid Abu Bakar selama beberapa hari sebelum bertolak ke Marantao. ”Ini masjid kedua. Kami kan ke Cebu dulu. Lalu ke Marawi dengan menggunakan kapal laut,” ujarnya.

Pria asli Bandung itu mengaku tak tahu-menahu soal konflik yang terjadi. Menurut dia, tiba-tiba terdengar letusan peluru saat mereka berada di dalam masjid. Karena penasaran, mereka sempat menengok ke luar. Tapi, tak banyak informasi yang didapatkan. Sampai akhirnya ada beberapa warga yang memberikan bantuan.

Kendati begitu, mereka diminta tetap berada di dalam masjid sambil menunggu arahan selanjutnya. Sempat muncul rasa khawatir dan rindu mendalam kepada anak dan istri di rumah. Tapi, mereka kembali berpasrah kepada Allah. Dua hari menunggu bantuan dimanfaatkan untuk terus memanjatkan doa kepada Allah SWT agar diberi jalan terbaik.

”Ya, ada tembakan. Cukup jelas. Tapi, kami di dalam. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Allah,” tutur dia. Itu pengalaman pertama Handris berada dalam situasi konflik saat menjalani khuruj di Filipina. Sebelumnya, pada 2013, menurut dia, kondisi sangat aman dan nyaman. (*/c11/oki)