25 radar bogor

Sopir Tembak ”Rajai” Bus Pariwisata

’Rem blong’ kerap menjadi kambing hitam saat bus atau kendaraan besar menjadi penyebab kecelakaan.
Namun di balik itu, faktor manusia si pengendali kendaraan alias sopir, sering kali lolos dari perhatian. Penelurusan Radar Bogor di jalur Puncak, banyak sopir bus pariwisata yang tak mengantongi izin resmi alias sopir tembak.

RAUT lelah tampak jelas di wajah Imam Budiawan (48), sopir bus pariwisata dari sebuah PO asal Jakarta. Melepas lelah di lapangan parkir Taman Wisata Matahari (TWM), Imam
menunggu penum pangnya yang sedang bertamasya. Dari mulut pria yang sudah delapan tahun menjadi
sopir itu, terungkap berbagai kecurangan yang sangat membahayakan perjalanan bus.

“Ada saja yang wisata. Empat kali lah (seminggu, red) ke sini (Puncak),” tutur pria kelahiran Nganjuk,
Jawa Timur, tersebut kepada Radar Bogor kemarin (2/5).

Imam bercerita, sebelum diangkat menjadi sopir tetap PO bus pariwisata, dia sudah bertahun-tahun
menerabas jalanan Pulau Jawa sebagai sopir tembak. Menurutnya, untuk menjadi sopir bus pariwisata
tidaklah sulit.
Modal keberanian dan kemampuan menyetir sudah cukup. Urusan surat izin mengemudi, itu nomor
sekian. Lancar tancap gas dan piawai memarkir kendaraan besar, sudah sah menjadi sopir tembak.

“Kalau bus pariwisata, banyak sopir tembak. Karena kan tidak rutin, harian. Jadi, banyak yang sopir
tembak,” akunya kepada Radar Bogor.

Lantaran hanya bermodal keberanian, insiden di jalan bahkan sampai celaka dianggapnya sudah biasa.
Bagi sopir tembak, kata Imam, kecelakaan seperti yang terjadi di Jalan Raya Puncak pekan lalu
adalah hal lumrah.

“Namanya juga nembak (belajar, red), jadi wajar nabrak.Nah, yang kemarin kecelakaan nggak punya SIM kan? Itu sopir tembak.Ngejar setoran itu. Nggak paham rem bus,” ucapnya.

Imam melanjutkan, umumnya, bahan baku utama rem bus adalah Asbestos atau sejenis serat.
Kampas rem Asbestos tidak tahan panas, terlebih ketika dipacu ketika melintasi turunan panjang.

“Biar (kampas rem, red) masih baru, bisa tiba-tiba blong kena panas.Rem gak gigit alias ngeblong. Itu sopir tembak banyak gak paham,” jelasnya.

Soal pendapatan, para sopir tembak dibayar untuk setiap sekali jalan. Nominalnya, tergantung
kesepakatan dengan si penyewa. Jika bus plus sopir disewa seharga Rp2 juta, maka jatah sopir sebesar
Rp200 ribu atau 10 persen dari total sewa.

“Makanya, sopir tembak gesit, kejar setoran. Beda sama sopir tetap. Gaji sebulan sekali,” ujarnya.

Sementara untuk urusan kir kendaraan, Imam mengaku tak tahu-menahu. Menurutnya, manajemen
perusahan yang mengurus tetek-bengek kendaraan. Apalagi bagi sopir tembak. Tak ada satu pun yang
paham akan hal itu. “Sopir mah, bawa bus saja,” tuturnya.

Terpisah, Kasat Lantas Polres Bogor, AKP Hasby Ristama membenarkan banyaknya sopir tembak yang
membawa bus pariwisata ke kawasan Puncak. Itu terlihat dari rangkaian razia yang rutin digelar, banyak
sopir yang tak memiliki SIM.

“Masih banyak ditemukan bus pariwisata yang tidak membawa surat-surat kendaraan. Seperti beberapa
waktu lalu, kami mengamankan bus dan sopir yang tidak membawa SIM dan STNK,” katanya.

Di bagian lain, Kepala Bidang Pengawasan Dishub Kabupaten Bogor, Bisma Wisuda mengakui, sejumlah
bus yang kerap hilir mudik di jalur Puncak banyak yang tidak layak. Buktinya, dari beberapa
pemeriksaan yang dilakukan selama tiga hari oleh tim pengujian Dishub dan Satlantas Polres Bogor,
beberapa kendaraan di antaranya tak dilengkapi dengan surat-surat serta bermasalah dengan fungsi
kendaraannya.

“Kami menindak 35 kendaraan yang tidak layak, baik habis masa berlaku (kir) dan izin trayek yang juga
habis masa berlakunya,” kata Bisma. Pemeriksaan dilakukan di rest area Ciawi terhadap bus yang
hendak melintas ke jalur Puncak dan Sukabumi.

Bisma menjelaskan, terdapat enam bus di antaranya bermasalah dengan fungsi remnya. “Ada yang
tidak berfungsi rem tangannya. Kami putar balikkan lagi ke Jakarta,” tuturnya.

Untuk pengetatan bus yang memasuki jalur Puncak, ke depan akan menjadi agenda rutin bersama
Satlantas Polres Bogor. “Kami cek bus sebelum ke Puncak,” imbuhnya.

Idealnya, menurut Bisma, penempatan check point yakni di rest area Ciawi sehingga bus yang menuju
Sukabumi dan Puncak dapat terjaring. “Mungkin dari yang arah Cianjur bisa dilakukan di Polres
Cianjur,” katanya.

Saat disinggung terkait dengan dugaan permainan petugas Dishub saat uji kendaraan, ia tegas
membantah. “Kecelakaan Selarong itu, setelah dicek ternyata bus tidak melakukan pengujian sejak 2015.
Banyak mobil luar dan pengujiannya tergantung domisili,” akunya.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Bogor Iswahyudi mengaku tahu persis permainan pengujiuan
yang kerap dilakukan para penyedia jasa bus pariwisata. Sebab, Iswahyudi pernah berkecimpung di
dunia penyedia jasa transportasi. Dia pun bercerita terkait manipulasi perpanjangan pengujian.

“Kir itu kadang-kadang cuma nembak, kebanyakan begitu. Saya sempat mengalami itu, pernah
menangani perusahaan transportasi, agar lengkap, pengujian tetap berjalan. Mobil di luar kota tidak
mungkin kendaraan kembali ke Jakarta, sehingga asal sekadar ditembak saja (suratnya),” bebernya.

Semisal, kata dia, PO bus pelat
Jakarta tetapi memiliki PO di Bogor. Hal seperti itu yang kerap dimainkan sehingga fisik kendaraan
tidak hadir dalam pengujian. “Mobil asal Jakarta dibawa ke Batam tidak mungkin dibawa ke Jakarta,
biaya lagi. Perlu dikaji ulang sistem seperti itu,” imbuhnya.

UJI KIR SWASTA
Di bagian lain, rencana pemerintah memberi kesempatan swasta melayani uji kir terus dimatangkan.
Kementerian Perhubungan menginginkan ada persaingan antara layanan uji kir dinas perhubungan dengan
uji kir swasta. Sehingga, masing- masing pihak akan meningkatkan kualitasnya demi mengget pemilik
kendaraan.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menuturkan, pihaknya ingin memberikan
kemudahan bagi pemilik kendaraan untuk menguji kendaraannya. Dengan adanya swasta, maka pemilik
kendaraan bakal memiliki pilihan lain di luar uji kir dishub. ’’Pemda sepakat kok, untuk memberikan
kemudahan kepada masyarakat,’’ ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (2/5).

Sudah ada beberapa skenario yang tengah dimatangkan, termasuk salah satunya soal buka layanan dari
Senin-Jumat.
Tahapan yang dilakukan untuk uji kir pemerintah dan swasta tetap sama. Tak ada perbedaan standar
maupun perlakukan lainnya.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmanngtyas mengungkapkan,
kebutuhan sarana tambahan ini memang mendesak. Pelibatan swasta jadi solusi yang tepat.

”Tapi, seharusnya untuk ACC lolos tidaknya juga swasta dong,” ungkapnya.(all/ded/jpg/d)