25 radar bogor

Bikin Aplikasi Anti-Hoax, Lanjut Startup

 

Menepis berita fiktif atau hoax tidak semudah mengedipkan mata. Untuk membuatnya nyata, perlu sistem yang mumpuni dalam memilah isu yang viral di media sosial. Ide pemilahan itu tercetus oleh tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), yang salah satunya, Adinda Budi Kusuma Putra, adalah pemuda asal Kota Hujan.

ANAK muda ini mengaku kesal bukan main dengan yang namanya kabar hoax. Terutama pada berita yang berseliweran di aplikasi chat dan media sosial, jelang Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Saking kesalnya dengan situasi saat itu, Adi -sapaan Adinda Budi Kusuma Putra- tak segan memblokir akun media sosial sejumlah temannya.

“Selain Facebook, WhatsApp juga, muncul dalam bentuk pesan berantai. Media sosial saya jadi tidak sehat, tidak nyaman buat saya,” ujarnya kepada Radar Bogor, akhir pekan kemarin.

Saat itu, kata Adi, topik agama dan rasisme turut ‘meramaikan’ pesta demokrasi di ibu kota tersebut. Banyak yang mengundang perpecahan, hingga ia pun muak dan gatal ingin berbuat sesuatu dengan kemampuannya di dunia teknologi informatika.

Di waktu bersamaan, Adi, terpilih mengikuti ajang Imagine Cup 2017 di Manila, Filipina, bersama kedua rekannya di tim Cimol Institut Teknologi Bandung (ITB). Bersama Tifani Warnita (21) dan Feryandi Nurdiantoro (21), ketiganya mengunsung ide menciptakan aplikasi Hoax Analyzer. Ini adalah perangkat lunak berbasis web yang mampu mendeteksi keabsahan suatu informasi. Melalui brainstorming dan kerja tim yang matang, Hoax Analyzer buatan tim Cimol sukses tercipta. Bekerja dengan memanfaatkan machine learning dan natural language processing (NLP), aplikasi ini diharapkan mampu memudahkan masyarakat mengetahui kebenaran informasi yang diterima. “Sederhananya, Hoax Analyzer adalah automasi proses cross checking dengan bantuan NLP dan machine learning,” papar Adi.

Meski sempat ragu untuk mengeksekusi proyek ini, Adi bersama kedua rekannya meya- kinkan diri untuk mengajukan Hoax Analyzer ke babak penyisihan kompetisi Imagine Cup 2017 tingkat nasional. Setelah mengalami perbaikan sana-sini, tim Cimol berhasil melenggang hingga babak final di Jakarta. Kemenangan itu membuat tim Cimol berhak terbang ke Manila untuk mengikuti kontes tingkat regional.

Pada babak penyisihan regional ini, tim Cimol berhadapan dengan perwakilan dari enam negara di Asia Tenggara dan tiga negara di Asia Selatan. Mereka memperebutkan salah satu tiket menuju Seattle, Amerika Serikat. Di Seattle, pemenang akan bertanding dengan kontestan final dari belahan dunia lain. Mereka yang memenangi kompetisi akhir di Seattle berhak mengantongi US$100 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar.

Pria kelahiran 20 Januari 1996 itu bersama tim Cimol selangkah menuju Seattle. Mereka pun lolos menjadi Finalis Imagine Cup Dunia dan berangkat ke Seattle bertemu dengan kurang lebih 50 tim dari berbagai negara.

Anak kedua dari empat bersaudara ini mengaku sempat tidak percaya. Hobinya yang berhubungan dengan teknologi informatika, mengantarkannya ke sebuah kejuaraan tingkat dunia dengan hadiah yang sangat fantastik.

“Saya sejak dulu sangat menggemari apa pun yang berbau teknologi, belajar, bermain, bekerja. Saya juga sangat mengidolakan beberapa tokoh TI dunia yang membuat perubahan besar bagi dunia,” ungkap Adi.

Aktif mengenal teknologi sudah ia lakoni sejak duduk di bangku SMP. Walaupun itu hanya sebatas hiburan dan mengerjakan beberapa tugas sekolah. Potensi itu pun sudah disadari oleh kedua orang tua, Sri Kusumaningrum (46) dan Budi Suarman (51). Sehingga, kata Adi, keluarga sangat mendukung dan memberi kebebasan. “Itu sudah cukup membantu dan mendukung saya,” bebernya.

Adi, yang saat ini masih mempersiapkan ke perlombaan pada Juli mendatang, mengaku sudah mengantongi rencana karier di dunia TI. Salah satunya dengan bekerja terlebih dahulu untuk mengumpulkan modal dan pengalaman. Namun, itu dilakukannya dengan target, selama lima tahun ke depan, ia harus sudah bisa membuat startup sendiri.

“Belum kepikiran sih (jenis startup), tapi yang jelas yang seperti Hoax Analyzer, bisa bermanfaat buat masyarakat,” cetus pria yang saat ini tinggal di Kampung Kencana Kelurahan Cibadak itu.

Tentu, kariernya akan berhubungan dengan teknologi. Karena menurutnya, TI sangat bisa dipelajari secara otodidak tanpa pendidikan formal. Namun, pendidikan formal memiliki fondasi yang lebih kuat untuk peserta didiknya. Sehingga lebih paham konsepnya. “Ibarat kalau yang belajar otodidak hanya belajar menggunakan suatu jenis obeng, kalau belajar di pendidikan formal bisa menggunakan berbagai jenis obeng,” tuturnya.

TI, lanjut Adi, merupakan bidang yang perkembangannya paling cepat di dunia, sehingga harus sering update soal informasi atau berita-berita tentang teknologi. “Jadi anak TI juga harus rajin ngoprek atau mencoba belajar teknologi- teknologi baru, cari juga pengalaman untuk buka aplikasi atau website,” tutupnya.(*)